Tasawuf Belitan Iblis - H Hartono Ahmad Jaiz - jbookmaker by: http://jowo.jw.lt KATA PENGANTAR Alhamdulilaahi Rabbil `aalamien. Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan syari`at-Nya kepada Nabi Muhammad saw untuk ummatnya dengan sempurna. Akan beruntunglah orang-orang beriman yang mentaati Allah dan Rasul-Nya dengan tepat, dan akan rugilah orang-orang yang menyelisihi Allah dan Rasul-Nya, baik itu mengingkari, meragukan, menambahi, mengurangi, mengganti, menyelewengkan, maupun memalsukan. Shalawat dan salam semoga tetap atas Nabi Muhammad saw pembawa risalah kenabian yang terakhir yang membawa Islam dengan sempurna. Juga semoga tetap untuk para keluarga beliau, para sahabatnya, tabi'in, tabi'it tabi'in dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman. Amma ba'du. Allah SWT telah menyatakan tantangan keras terha­dap orang-orang yang membuat aturan-aturan bikinan yang tidak diizinkan oleh Allah SWT. "Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mengisyaratkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah), tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih." (QS As-Syura:21). Mengada-adakan syari'at yang tidak disyari'atkan oleh Allah itulah pokok permasalahan yang dikerjakan oleh orang-orang musyrik. Hanya saja perilaku musyrikin ini tidak terbatas pada kalangan orang musyrik, namun justru merambat ke mana-mana, sampai pada ummat Islam, bahkan tidak mustahil menjangkiti sebagian orang yang menyiarkan Islam, bahkan sebagian orang yang disebut kiai, ajengan, atau ulama. Syari'at bikinan itu kadang justru digencarkan dengan aneka sarana, didukung, didanai, dan dipertahankan mati-matian. Sekadar contoh, memperingati orang mati dengan upacara pesta dan bacaan-bacaan tertentu pada waktu-waktu tertentu yakni hari ke 3, 7, 40, 100, setahun (haul), 1000 dan seterusnya; jelas tidak disyari'at­kan oleh Allah SWT. Bahkan ada penegasan dari sahabat bahwa kumpul-kumpul (atau dengan makan-makan) setelah dikuburnya mayat itu termasuk niyahah (meratap). 'An Jarir bin Abdillah Al-Bajili qoola: "Kunnaa nu'iddul ijtimaa'a ilaa ahlil mayyiti, wa shonii'atit tho'aami ba'da dafnihi minan niyaahah." Artinya: Diriwayatkan dari Jarir bin Abdillah Al-Bajili, ia berkata: "Kami biasa menganggap kumpul-kumpul ke keluarga mayit, dan membuat-buat makanan setelah dikuburnya mayit itu termasuk niyahah/meratap." (Musnad Al-Imam Ahmad nomor 6848) Sedang meratap (menangis dengan menyobek kantong-kantong baju, memukul-mukul pipi dan semacamnya) itu termasuk adat jahiliyah yang dilarang dalam Islam. Namun, betapa gigihnya pembelaan sebagian orang terhadap syari'at bikinan yang terlarang itu. Pembelaan pun kadang dicari-carikan dalih dengan mengait-ngaitkan pada syari'at yang benar. Akibatnya, syari'at bikinan itu seakan menjadi syari'at betulan yang wajib dilaksanakan dan pelakunya dianggap akan mendapatkan pahala. Secara agama maupun secara teori dunia, pandangan mereka yang mempertahankan atau sekadar membiarkan syari'at bikinan masuk pada syari'at betulan itu telah menyalahi kodrat. Betapa jelasnya kerusakan yang ditimbulkan oleh syari'at bikinan terhadap syari'at betulan. Agar mudah difahami, syari'at bikinan dimisalkan tumor, sedang syari'at betulan dimisalkan tubuh asli. (Permisalan ini hanya untuk memudahkan pemahaman, dan tidak bermakusd meremehkan syari'at). Tumor ataupun daging lebih yang tumbuh di tubuh adalah bukan bagian dari tubuh. Dia adalah tambahan (bikinan kuman). Ketika anggota tubuh menjadi besar akibat tumbuhnya tumor itu otomatis tubuh terganggu. Kalau tumor itu ganas maka akan menga­kibatkan aneka macam gangguan, bahkan mematikan. Kalau toh tidak ganas, maka tetap akan mengganggu. Maka pemikiran yang benar pasti akan mengatakan, tumor itu wajib dioperasi, dibuang seakar-akarnya. Dan akan disebut tidak waras bila orang berteori bahwa tumor itu wajib dipelihara, dengan alasan karena ada hubungannya dengan pembuluh darah dan organ tubuh, maka menguatkan tubuh. Atau berdalih, dengan besarnya tumor maka akan membesarkan tubuh, dan menguatkan tubuh. Pantaskah alasan semacam ini dikemukakan? Jawabnya, sama sekali tidak pantas. Orang yang mengatakan bahwa Islam lebih tampak syi`arnya, lebih pas dengan budaya setempat, dan lebih merasuk ke masyarakat dengan adanya bid`ah yang mereka sebut hasanah (padahal sebenarnya syari`at bikinan dan dilarang Allah); itu lebih buruk ketimbang orang yang berpen­dapat bahwa tumor itu akan menguatkan tubuh dan memperindah tubuh. Meskipun permasalahan ini telah jelas, namun tidak mesti apa yang jelas itu ditempuh orang. Justru jalan yang gelap, becek, berbahaya dan bau, sering menjadi jalan dan ruang gerak bagi tikus-tikus got, kecoa, ular, cacing, lalat dan binatang jorok lainnya. Itulah kenyataan. Demikian pula, syari'at yang jelas telah disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, dan dijelaskan oleh para sahabat, tabi'ien, dan tabi'it tabi'in (generasi pertama, kedua, dan ketiga pada awal Islam yang dikenal dengan as-salafus shalih), kita tinggal mengikutinya, namun jalan yang terang itu justru tak dilalui oleh sebagian orang. Mereka pilih jalan-jalan tikus dan kecoa yang bau, becek, gelap, dan sempit serta pengap. Segala penyimpangan yang tak sesuai dengan syari'at yang benar adalah jalan gelap. Dan arahnya ke nereka. Sedang syari'at Allah adalah jalan terang, bersih, dan lurus, yang tujuannya adalah surga. "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (al-An`am: 153). Dan firman Allah SWT dalam Kitab-Nya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (Al-Hasyr: 7). "...Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur:63). Nabi Muhammad saw bersabda: "Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al-Quran) dan sunnah khulafa' rasyidin yang mendapat petunjuk Allah sesudahku. Berpeganglah dengan sunnah itu dan gigitlah dengan gerahammu sekuat-kuatnya, serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) “Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya, maka akan ditolak." (Muttafaq `alaih). Penjelasan dari Al-Quran dan Sunnah Rasul telah jelas dan tegas. Namun syetan-syetan beserta wadyabalanya senantiasa mencari-cari jalan lain untuk menambah-nambahi syari'at dengan dalih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka mula-mula memaknakan Al-Quran dan As-Sunnah dengan makna yang ta`wili (makna yang jauh), padahal seharusnya makna hakiki (makna sebenarnya yang dekat). Lalu menggunakan ro`yu (pendapat pikiran manusia), kemud­ian mengikuti perasaan nafsu dengan dalih firasat dari Allah. Bukan hanya sampai di situ kerusakannya, namun Allah SWT Yang Maha Agung, yang bersemayam di atas `Arsy pun dipaksa oleh nafsu mereka (orang sufi) untuk diaku merasuk ke dalam diri si sufi. Betapa jauhnya kesesatan mereka, namun betapa tampak manisnya mulut mereka, karena bisa bersatu padu dengan keyakinan batil dan musyrik yang bisa mengelabui, seakan hal itu adalah taqorrub atau pendekatan diri kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya. Syetan pun membuat istilah-istilah dan aneka rangkaiannya menjadi tampak indah. Hingga lafal kemusyrikan yang mereka sebut dengan "wihdatul wujud" bisa terkesan pas dan indah oleh orang-orang sesat dengan istilah "manunggaling kawula Gusti", yaitu menyatunya diri manusia dengan Tuhan, alias Tuhan menyatu dengan diri manusia yang menganggap dirinya telah sampai derajat suci. Hingga, seolah kemusyrikan itu justru satu ajaran yang paling tinggi dalam mendekatkan diri pada Allah. Maha Benar Allah yang telah berfirman: "Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang di hadapan dan di belakang mereka..." (Fusshilat/ 41:25). "Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran), Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan­nya), maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyer­tainya. Dan sesungguhnya Syetan-syetan itu benar-benar mengha­langi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk." (Az-Zukhruf/ 43:36-37). Kesesatan berupa syari'at bikinan yang telah dipandang bagus oleh pengikut-pengikut syetan itupun kemudian dipasarkan dengan aneka sarana canggih. Belakangan siaran televisi yang dianggap sarana canggih dan menyerap banyak penonton telah dimanfaatkan pula untuk menyebarkan kesesatan jenis tasawuf itu. Hingga menja­di tontonan dan dianggap sebagai tuntunan yang menarik dan dipandang bagus. Tasawuf yang pantas dicurigai sebagai virus bikinan para filosof Yunani kuno pun dijajakan dengan kata-kata yang mendayu-dayu hingga seolah merupakan ajaran Islam yang wajib diikuti. Orang-orang yang hatinya serakah pun tahu betul momentum atau kesempatan ini, yaitu mumpung banyak orang yang sedang terkena krisis kepercayan diri karena lemahnya iman, sedang kantong mereka berisi duit banyak, maka dibuatkanlah satu jenis bisnis untuk menggaet mereka. Dibuatlah kajian paket-paket tasawuf untuk mengeruk duit mereka dan menyesatkannya dengan kesesatan yang diatasnamakan Islam. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu telah menjadi penerus-penerus generasi pembikin keruhnya Islam atas nama penga­mal Islam demi mendekatkan diri pada Allah SWT. Dari sisi ini, upaya dan amaliyah mereka itu sendiri telah mengotori kemurnian Islam, membingungkan Muslimin, dan mencari nafkah dengan mengoto­ri Islam dan membuat keblingernya ummat, hingga ummat rugi dua kali, rugi dunia berupa terkeruknya sebagian harta, dan rugi akherat karena disesatkan jalannya. Baiklah. Kalau mereka benar-benar tujuannya fii sabiilillaah, kenapa pilih menjajakan paket tasawuf? Bukankah bisa dijajakan alias dida`wahkan ajaran Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah? Toh di sini tidak dilarang untuk menda`wahkan itu. Bagaimanapun, tingkah polah mereka, baik yang aktif menjajakan tasawuf maupun pembela, pengamal, dan orang-orang yang cenderung atau sekadar membiarkannya boleh berjalan; tetap kami ajukan sebuah gugatan dengan buku kecil ini, yang kami beri judul Mendudukkan Tasawwuf, --Gus Dur Wali? Pembahasan kami awali dengan "Bukti-bukti ketatnya penjagaan aqidah", lalu tentang "Bid'ah dan jenis-jenisnya." Kedua pembaha­san ini untuk memberikan pemahaman, bagaimana seharusnya kita bersikap dalam ber-Islam, sehingga akan menghantarkan pembaca, bagaimana cara menyikapi tasawwuf. Pembahasan tasawwuf diawali dengan "Penamaan Shufi", disusul dengan "Sejarah dan Fitnah Tasawwuf", diteruskan dengan "Sorotan terhadap Tasawwuf", yang di dalamnya disoroti pula tentang "Gus Dur Wali". Untuk mengenal lebih jauh tentang shufi, pembahasan dilanjutkan dengan "Simbol-simbol Shufi", lantas pembahasan tentang betapa menyelewengnya kepercayaan shufi, dengan judul "Keper­cayaan Tentang Nur Muhammad atau Hakekat Muhammad dan Wihdatul Wujud", dan vonis para ulama terhadap dedengkot shufi falsafi dengan judul "Ibnu Arabi Dihukumi Kafir". Pembaca diberi penjelasan mengenai "Perbedaan Pokok Antara Islam dan Tasawwuf", kemudian dijelaskan tentang "Lemahnya Alasan Shufi dan Para Pendukungnya". Masalah-masalah lain seperti Kasyf, Tarekat, dan kelemahan-kelemahan Imam Al-Ghazali berkaitan dengan tasawwufnya dibahas pula. Buku ini dilengkapi dengan lampiran yang cukup jelas tentang posisi tasawwuf yang sebenarnya tidak menguntungkan bagi Islam, dan adanya shalawat-shalawat bikinan yang mengandung makna tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pembaca yang budiman, gugatan melalui buku ini bukan lantaran iri terhadap kemajuan dan larisnya jajanan mereka berupa paket-paket yang digandrungi oleh sebagian orang, namun dari keadaan yang memang seharusnya digugat. Kenapa? Karena, Islam itu sendiri adalah milik Allah, dari Allah, disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw untuk seluruh manusia. Siapa yang mengikuti Islam dengan baik, tentu memperjuangkan dan mempertahankan Islam dari segala gangguan. Sedang tasawuf yang tidak murni dari Islam dan bahkan namanya itu sendiri tidak ada dalam Al-Quran maupun Hadits, itu telah dijadikan komoditi atau jajanan yang diatasnamakan Islam. Maka pantas sekali pembikinnya, pedagangnya, maupun barang dagan­gannya itu semua diperkarakan atau dipersoalkan. Hanya saja, buku kecil ini muatannya terlalu sedikit untuk membabat itu semua. Namun kami yakin, bukan lantaran banyak atau sedikitnya. Kebenaran yang disampaikan tanpa dikotori, insya Allah akan menumbangkan atau mengikis kebatilan yang banyak, walau hanya dari segi maknawi, belum tentu terwujud dalam kenyataan. Karena, realita atau kenyataan di dunia ini bisa dikuasai oleh kebatilan, sekalipun kebatilan itu sendiri sebenarnya lemah. Dengan banyaknya kebatilan maka seolah dia kuat, bahkan seolah benar. Inilah yang amat berbahaya, dan inilah yang harus dilawan dengan kebenaran. Maka buku kecil ini dalam rangka mewujudkan perlawanan terhadap kebatilan itu, tanpa harus terbebani, apakah kebatilan itu akan runtuh atau bahkan membesar. Ibarat ada kebakaran, kami membawa segelas air untuk memadam­kan kebakaran itu. Di sini jelas air segelas itu tidak mungkin untuk memadamkan kebakaran yang besar. Tetapi segelas air itu hanya sebagai petunjuk bahwa airlah sarana untuk memadamkan kebakaran. Kalau setiap orang mengguyurkan air segelas-segelas ke tempat yang kebakaran, maka insya Allah akan terpadamkan. Demikianlah harapan kami, mudah-mudahan buku kecil ini berman­faat. Amien. Dan kami yakin, tulisan singkat ini mengandung banyak kesalahan dan kekurangan, maka semoga Allah mengampuni dan menunjuki jalan yang benar. Dan tegur sapa dari para pembaca budiman sangat kami nantikan. Tidak lupa, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada sahabat-sahabat yang memberikan bantuan, di antaranya para ustadz yang memberikan bimbingan dan ilmunya, bahkan mencarikan referensi atau kitab-kitab rujukan dengan mengkhususkan waktunya disertai dorongan untuk terwujudnya tulisan ini, semuanya itu tidak kecil maknanya bagi kami. Mudah-mudahan Allah membalas mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya. Amien. Demikian pula kami sampaikan terimakasih kepada Penerbit Darul Falah Jakarta yang berkenan menerbitkan buku ini, di samping beberapa buku kami sebelumnya. Mudah-mudahan semua itu mendapatkan ridha dari Allah SWT dan bermanfaat. Amien. Wassalam, Jakarta, 27 R